Thursday, December 21, 2006

DISIPLIN KEILMUAN ISLAM TRADISIONAL: TASAWUF
(Letak dan Peran Mistisisme dalam Penghayatan Keagamaan Islam)
Akibatnya, polemik dan kontroversi antara keduanya pun tidakselamanya bisa dihindari. Ibn Taymiyyah, misalnya,melukiskan pertentangan antara orientasi eksoteris dari kaumfiqh dengan orientasi esoteris dari kaum sufi sebagai serupadengan pertentangan antara kaum Yahudi dan kaum Kristen.Dengan terlebih dahulu mengutip firman Allah yang artinya,"Kaum Yahudi berkata, 'Orang-orang Kristen itu tidak adaapa-apanya,' dan kaum Kristen berkata, 'Orang-orang Yahudiitu tidak ada apa-apanya'"5 Ibn Taymiyyah mengatakan: "Anda dapatkan bahwa banyak dari kaum Fiqh, jika melihat kaum Sufi dan orang-orang yang beribadat (melulu), akan memandang mereka ini tidak ada apa-apanya, dan tidak mereka perhitungkan kecuali sebagai orang-orang bodoh dan sesat, sedangkan dalam tarekat mereka itu tidak berpegang kepada ilmu serta kebenaran sedikit pun. Dan Anda juga dapatkan banyak dari kaum Sufi serta orang-orang yang menempuh hidup sebagai faqir tidak menganggap apa-apa kepada Syari'ah dan ilmu (hukum); bahkan mereka menganggap bahwa orang yang berpegang kepada Syari'ah dan ilmu (hukum) itu terputus dari Allah, dan bahwa para penganutnya tidak memiliki apa-apa yang bermanfaat di sisi Allah."6 Ibn Taymiyyah tidak bermaksud menyalahkan salah satu darikeduanya, juga tidak hendak merendahkan sufi, sekalipun ia,sebagai seorang penganut mazhab Hanbali, sangat beratberpegang kepada segi-segi eksoteris Islam seperti diwakilidalam Syari'ah. Karena itu, Ibn Taymiyyah mengatakan, "Yang benar ialah bahwa apa pun yang berdasarkan Kitab dan Sunnah pada kedua belah pihak itu adalah benar. Dan apa pun yang bertentangan dengan Kitab Sunnah pada kedua belah pihak adalah batil."7 Tetapi terhadap pernyataan Ibn Taymiyyah ini, penyuntingkitab Iqtidla memberi catatan demikian: "Ini dengan asumsi bahwa ajaran kesufian itu ada kebenaran. Jika tidak, maka sebenarnya ajaran kesufian itu pada dasarnya adalah ciptaan sesudah generasi utama, yang dalam masa generasi itu hidup sebaik-baik umat dan para imam kebenaran pada umat itu. Sesungguhnya Allah, dengan Kitab-Nya dan petunjuk Nabi-Nya s.a.w. telah membuat kaum beriman tidak memerlukan apa yang ada dalam ajaran kesufian, yang dianggap orang mampu melembutkan hati dan membersihkannya."8 Dari kutipan-kutipan itu dapat didasarkan betapapersimpangan jalan antara "kaum kebatinann (ahl al-bawathin)dan "kaum kezahiran" (ahl al-dhawahir) dapat meningkatkepada batas-batas yang cukup gawat. Tetapi benarkah memangantara keduanya tidak terdapat titik pertemuan?
TASAWUF SEBAGAI OLAH RUHANI
Ketika Nabi muhammad s.a.w. disebut sebagai seorang Rasulyang paling berhasil dalam mewujudkan misi sucinya, buktiuntuk mendukung penilaian itu ialah hal-hal yang bersifatsosial-politis, khususnya yang dalam bentuk keberhasilanekspansi-ekspansi militer. Dan Nabi Muhammad s.a.w. samadengan beberapa Nabi yang lain seperti Musa dan Dawud a.s.adalah seorang "Nabi Bersenjata" (Armed Prophet),sebagaimana dikatakan oleh sarjana sosiologi terkenal, MaxWeber. Karena kenyataan itu, ada sementara ahli yang hendakmereduksikan misi Nabi Muhammad s.a.w. sebagai tidak lebihdaripada suatu gerakan reformasi sosial, denganprogram-program seperti pengangkatan martabat kaum lemah(khususnya kaum wanita dan budak), penegakan kekuasaanhukum, usaha mewujudkan keadilan sosial, tekanan kepadapersamaan umat manusia (egalitarisme), dan lain-lain. Dalampandangan serupa itu, Nabi Muhammad s.a.w. tidak bisadisamakan dengan Nabi 'Isa al-Masih, karena ajaran NabiMuhammad tidak banyak mengandung kedalaman keruhanianpribadi. Tetapi Nabi Muhammad s.a.w. lebih mirip dengan NabiMusa a.s. dan para rasul dari kalangan anak turun NabiYa'qub (Isra'il), yang mengajarkan tentang betapa pentingnyaberpegang kepada hukum-hukum Taurat (Talmudic Law). Bahwa Nabi Muhammad s.a.w membawa reformasi sosial yangmonumental kiranya sudah jelas. Al-Qur an sendiri mengaitkankeimanan serta penerimaan seruan Nabi dengan usaha reformasidunia (ishlah al-ardl). Tetapi di berbagai tempat dalamal-Qur an juga disebutkan bahwa tugas reformasi dunia itutidak hanya dipunyai oleh Nabi Muhammad, melainkan juga olehpara nabi yang lain.9 Dan Nabi Muhammad memang telahmelaksanakannya dengan sukses luar biasa. Salah satupengakuan yang jujur dari pihak luar Islam atas sukses Nabidalam membawa reformasi dunia ini ialah yang diberikan olehMichael H. Hart. Dalam bukunya yang memuat urutan peringkatseratus orang yang paling berpengaruh dalam sejarah umatmanusia, Hart menempatkan Nabi Muhammad sebagai manusianomor satu yang paling berpengaruh. Ia menegaskan: "Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang kepada keyakinan saya, dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi."10 Namun disamping itu al-Qur'an juga banyak menegaskan tentangpentingnya orientasi keruhanian yang bersifat ke dalam danmengarah kepada pribadi. Justru sudah menjadi kesadaran parasarjana Islam sejak dari masa-masa awal bahwa Islam adalahagama pertengahan (wasath) antara, di satu pihak, agamaYahudi yang legalistik dan banyak menekankan orientasikemasyarakatan dan, di pihak lain, agama Kristen yangspiritualistik dan sangat memperhatikan kedalaman olah sertapengalaman rohani serta membuat agama itu lembut. Sepertidikatakan Ibn Taymiyyah, "Syari'ah Taurat didominasi olehketegaran, dan Syari'ah Injil didominasi oleh kelembutan;sedangkan Syari'ah al-Qur an menengahi dan meliputi keduanyaitu."11 Maka sebagai bentuk pertengahan dan sekaligus antara keduaagama pendahuluannya itu, Islam mengandung ajaran-ajaranhukum dengan orientasi kepada masalah-masalah tingkah lakumanusia secara lahiriah seperti pada agama Yahudi, tapi jugamengandung ajaran-ajaran keruhanian yang mendalam sepertipada agama Kristen. Bahkan sesungguhnya antara keduanya itutidak bisa dipisahkan, meskipun bisa dibedakan. Sebab ketikaorang Muslim dituntut untuk tunduk kepada suatu hukumtingkah laku lahiriah, ia diharapkan, malah diharuskan,menerimanya dengan ketulusan yang terbit dari lubuk hatinya.Ia harus merasakan ketentuan hukum itu sebagai sesuatu yangberakar dalam komitmen spiritualnya. Kenyataan ini tercermindalam susunan kitab-kitab fiqh, yang selalu dimulai denganbab pensucian (thaharah) lahir, sebagai awal pensucianbatin. Walaupun begitu, tetap ada kemungkinan orang mengenali manayang lebih lahiriah, dan mana pula yang batiniah.Sebenarnya, sudah sejak zaman Rasulullah s.a.w. sendiri,terdapat kelompok para sahabat Nabi yang lebih tertarikkepada hal-hal yang bersifat lebih batiniah itu.Disebut-sebut, misalnya, kelompok ahl al-shuffah, yaitusejumlah sahabat yang memilih hidup sebagai faqir, dansangat setia kepada masjid. Tidak heran bahwa kelompok ini,dalam literatur kesufian, sering diacu sebagai teladankehidupan saleh dikalangan para sahabat. Al-Qur'an sendiri memuat berbagai firman yang merujuk kepadapengalaman spritual Nabi. Misalnya, lukisan tentang dua kalipengalaman Nabi bertemu dan berhadapan dengan MalaikatJibril dan Allah. Yang pertama ialah pengalaman beliauketika menerima wahyu pertama di gua Hira, di atas BukitCahaya (Jabal Nur). Dan yang kedua ialah pengalaman beliaudengan perjalanan malam (isra ) dan naik ke langit (mi'raj)yang terkenal itu. Kedua pengalaman Nabi itu dilukiskandalam Kitab Suci demikian: Demi bintang ketika sedang tenggelam. Sahabatmu sekalian itutidaklah sesat ataupun menyimpang. Dan ia tidaklah berucapkarena menurut keinginan. Itu tidak lain adalah ajaran yangdiwahyukan. Diajarkan kepadanya oleh Jibril yang kuatperkasa. Yang bijaksana, dan yang telah menampakkan dirisecara sempurna. Yaitu ketika ia berada di puncak cakrawala.Kemudian ia pun mendekati, dan menghampiri. Hingga sejarakkedua ujung busur panah, atau lebih dekat lagi. Lalu Tuhanwahyukan kepada hamba-Nya wahyu yang dikehendaki. Tidaklahjiwa (Nabi) mendustakan yang dilihatnya sendiri. Apakah kamusemua akan membantahnya tentang yang ia saksikan? Padahalsungguh ia telah menyaksikan pada lain kesempatan. Yaitudidekat Pohon Lotus, di alam penghabisan Di sebelahnya adaSurga tempat kediaman. Ketika Pohon Lotus itu diliputicahaya tak terlukiskan. Penglihatan Nabi tidak bergoyah, dantidak pula salah arah. Sungguh ia telah menyaksikantanda-tanda Tuhannya yang Agung tak terkira.12 Bagi kaum Sufi, pengalaman Nabi dalam Isra-Mi'raj ituadalah sebuah contoh puncak pengalaman ruhani. Justru iaadalah pengalaman ruhani yang tertinggi, yang bisa dipunyaioleh seorang Nabi. Namun kaum Sufi berusaha untuk meniru danmengulanginya bagi diri mereka sendiri, dalam dimensi, skaladan format yang sepadan dengan kemampuan mereka. Sebab intipengalaman itu ialah penghayatan yang pekat akan situasidiri yang sedang berada di hadapan Tuhan, dan bagaimana ia"bertemu" dengan Dzat Yang Maha Tinggi itu. "Pertemuan"dengan Tuhan adalah dengan sendirinya juga merupakan puncakkebahagiaan, yang dilukiskan dalam sebuah hadits sebagai"sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata, tak terdengaroleh telinga, dan tak terbetik dalam hati manusia." Sebabdalam "pertemuan" itu, segala rahasia kebenaran "tersingkap"(kasyf) untuk sang hamba, dan sang hamba pun lebur dan sirna(fana ) dalam Kebenaran. Maka Ibn 'Arabi, misalnya,melukiskan "metode" atau thariqah-nya sebagai perjalanan kearah penyingkapan Cahaya Ilahi, melalui pengunduran diri(khalwah) dari kehidupan ramai.13

No comments: