Friday, December 15, 2006

DISIPLIN KEILMUAN ISLAM TRADISIONAL: TASAWUF
(Letak dan Peran Mistisisme dalam Penghayatan Keagamaan Islam)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah s.a.w. disebutkan sebagaibersabda bahwa masa kenabian (nubuwwah) dan rahmat akandisusul oleh masa kekhalifahan kenabian (Khilafat nubuwwah)dan rahmat, sesudah itu masa kerajaan (mulk) dan rahmat,kemudian masa kerajaan (saja).1 Ibn Taymiyyah menjelaskanbahwa masa "kenabian dan rahmat" itu ialah, tentu saja, masaNabi sendiri. Sedangkan masa "kekhalifahan kenabian danrahmat" berlangsung selama tiga puluh tahun sesudah wafatNabi s.a.w., yaitu sejak permulaan kekhalifahan Abu Bakr,disusul Umar ibn al-Khathtab, kemudian Utsman ibn 'Affan,dan akhirnya 'Ali ibn Abi Thalib. Mereka adalah parapengganti (khalifah) Nabi yang kelak dikenal sebagai parakhalifah yang berpetunjuk (al-khulafa al-rasyidun).Sedangkan masa para khalifah yang empat itu adalah masa"kerajaan dan rahmat." Dari masa "kerajaan dan rahmat" itu, menurut Ibn Taymiyyah,yang terbaik ialah masa "Raja" Mu'awiyah ibn Abi Sufyan diDamaskus. Ibn Taymiyyah mengatakan bahwa di antara raja-rajatidak ada yang menjalankan kekuasaan sebaik Mu'awiyah.Dialah sebaik-baik raja Islam, dan tindakannya lebih baikdaripada tindakan para raja mana pun sesudahnya.2 Pandangan Ibn Taymiyyah itu khas paham Sunni, terutama darikalangan mazhab Hanbali. Malah, sesungguhnya, apa pun yangterjadi pada Mu'awiyah akan dianggap Ibn Taymiyyah sebagaitidak bisa dipersalahkan begitu saja, karena dia adalahseorang Sahabat Nabi. Lebih jauh, Ibn Taymiyyah masihmempunyai alasan untuk memuji anak Mu'awiyah, yaitu "Raja"Yazid (yang oleh kaum Syi'ah dituding sebagai palingbertanggungjawab atas pembunuhan amat keji terhadapal-Husayn, cucunda Nabi), karena, kata Ibn Taymiyyah, Yazidadalah komandan tentara Islam yang pertama memerangi danmencoba merebut Konstantinopel, sementara sebuah haditsmenyebutkan adanya sabda Nabi: "Tentara pertama yangmenyerbu Konstantinopel diampuni (oleh Allah akan segaladosanya)."3 Tetapi pandangan Ibn Taymiyyah itu berbeda dengan yang adapada banyak kelompok Islam yang lain, termasuk dari kalangankaum Sunni sendiri. Mereka ini berpendapat bahwa Mu'awiyahtanpa mengabaikan jasa-jasa yang telah diperbuatnya- adalahorang yang pertama bertanggung-jawab merubah sistemkekhalifahan yang terbuka (pengangkatan pemimpin tertinggiIslam me]alui pemilihan) menjadi sistem kekhalifahan yangtertutup (pengangkatan pemimpin melalui penunjukan atauwasiat berdasarkan pertalian darah). Ini memang bisa disebutsistem kerajaan seperti dimaksudkan dalam hadits, tetapiMu'awiyah dan para penggantinya, begitu pula para penguasa'Abbasiyah, menyebut diri mereka masing-masing Khalifah(dari Nabi), bukan raja. Namun tetap ada suatu sistem yangadil telah diganti dengan sistem yang kurang adil, jikabukannya yang zalim. Segi keadilan sistem kekhalifahan yang pertama tidak hanyaada dalam mekanisme penggantiannya melalui pemilihan, tetapilebih-lebih lagi mereka itu dalam menjalankan kekuasaan danpemerintahan. Penyebutan para pengganti Nabi yang pertamaitu sebagai "berpetunjuk" (al-rasyidun) adalah terutamaberkenaan dengan kualitas pemerintahan mereka itu.4 Dalam pandangan banyak orang Muslim, pemerintahan masakekhalifahan yang pertama adalah suatu bentuk kesalehan danrasa keagamaan yang mendalam, sedangkan para penguasa BaniUmayyah hanya tertarik kepada kekuasaan itu sendiri saja.Kalaupun tidak begitu tepat untuk masa Mu'awiyah (dan 'Umaribn 'Abd al'Aziz) -sebagaimana argumen untuk Mu'awiyah itutelah dikutip dari Ibn Taymiyyah di atas-penilaian serupaitu jelas dianggap berlaku untuk keseluruhan rezim BaniUmayyah, khususnya sejak kekuasaan Marwan ibn al-Hakam(60-62 H/644-655 M). Apalagi Marwan ini pernah menjabatsebagai pembantu utama Khalifah Utsman ibn 'Affan (22-35H/644-656 M), dan diduga keras berada dibalik beberapakebijakan 'Utsman yang mengundang fitnah besar dalam sejarahIslam itu. Karenanya, sejak saat itu tumbuh oposisikeagamaan kepada rezim Damaskus, tidak saja oleh musuhtradisional kaum Umayyah yang terdiri dari golongan Syi'ahdan Khawarij, tetapi juga oleh golongan Sunnah, yang kaumUmayyah ikut mendukung dan melindungi pertumbuhan awalnya. Wujud oposisi keagamaan terhadap rezim Bani Umayyah itu yangpaling terkenal ialah yang dilakukan oleh seorang tokoh yangamat saleh, yaitu Hasan dari Basrah (Hasan al-Bashri, wafat728 M). Pada masa kekuasaan Abd al-Malik ibn Marwan(memerintah 685-705 M), Hasan pernah menulis surat kepadaKhalifah, menuntut agar rakyat diberi kebebasan untukmelakukan apa yang mereka anggap baik, sehingga denganbegitu ada tempat bagi tanggung-jawab moral. Suratnya itubernada menggugat praktek-praktek zalim penguasa Umawi.Namun Hasan dibiarkan bebas oleh pemerintah, disebabkanwibawa kepribadiannya yang saleh dan pengaruhnya yang amatbesar kepada masyarakat luas.
TASAWUF SEBAGAI GERAKAN OPOSISI
Tidak dapat dibantah bahwa dari sekian banyak para nabi danrasul, Nabi Muhammad s.a.w. adalah yang paling sukses dalammelaksanakan tugas. Ketika beliau wafat, boleh dikatakanseluruh Jazirah Arabia telah menyatakan tunduk kepadaMadinah. Dan tidak lama setelah itu, di bawah pimpinan parakhalifah, daerah kekuasaan politik Islam dengan amat cepatmeluas sehingga meliputi hampir seluruh bagian dunia yangsaat itu merupakan pusat peradaban manusia, khususnyakawasan inti yang terbentang dari Sungai Nil di barat sampaiSungai Amudarya (Oxus) di timur. Sukses luar biasa di bidang militer dan politik itu membawaberbagai akibat yang sangat luas. Salah satunya ialah bahwasejak dari semula terdapat perhatian yang amat besar padakaum Muslim, khususnya para penguasa, pada bidang-bidangyang menyangkut masalah pengaturan masyarakat. Maka tidaklahmengherankan bahwa dari berbagai segi agama Islam, bagianyang paling awal memperoleh banyak penggarapan yang serius,termasuk penyusunannya menjadi sistem yang integral, ialahyang berkenaan dengan hukum. Sedemikian rupa kuatnya posisisegi hukum dari ajaran agama itu, sehingga pemahaman hukumagama menjadi identik dengan pemahaman keseluruhan agama itusendiri, yaitu "fiqh" (yang makna asalnya ialah"pemahaman"), dan jalan hidup berhukum menjadi identikdengan ke seluruhan jalan hidup yang benar, yaitu "syari'ah"(yang makna asalnya ialah "jalan"). Kata-kata ''syari'ah''itu sebenarnya kurang lebih sama maknanya dengan katakata"sabil," "shirath," "minhaj," "mansak" ("manasik"), "maslak"("suluk") dan "thariqah" yang juga digunakan dalam al-Quran. Sudah tentu hal tersebut tidak seluruhnya salah. Dalam suatumasyarakat yang sering terancam oleh kekacauan (Arab:fawdla, yakni, chaos) karena fitnah-fitnah (dimulai denganpembunuhan 'Utsman), dan jika masyarakat itu meliputi daerahkekuasaan yang sedemikian luas dan heterogennya, kepastianhukum dan peraturan, serta ketertiban dan kemanan, adalahnilai-nilai yang jelas amat berharga. Maka kesalehan punbanyak dinyatakan dalam ketaatan kepada ketentuan hukum, danperlawanan kepada penguasa, khususnya perlawanan yangbersifat keagamaan (pious opposition), juga selalumenyertakan tuntutan agar hukum ditegakkan. Tetapi kesalehan yang bertumpu kepada kesadaran hukum(betapapun ia tidak bisa diabaikan sama sekali karenamempunyai prioritas yang amat tinggi) akan banyak berurusandengan tingkah laku lahiriah manusia dan hanya secaraparsial saja berurusan dengan hal-hai batiniah. Dengankata-kata lain, orientasi fiqh dan syari'ah lebih beratmengarah kepada eksoterisisme, dengan kemungkinanmengabaikan esoterisme yang lebih mendalam. Maka demikian pula gerakan oposisi terhadap praktek-praktekregimenter pemerintahan kaum Umawi di Damaskus. Sebagianbentuk oposisi itu terjadi karena dorongan politik semata,seperti gerakan oposisi orang-orang Arab Irak, karena parapenguasa Damaskus lebih mendahulukan orang-orang Arab Syria.Tetapi sebagian lagi, justru yang lebih umum, oposisi itutimbul karena pandangan bahwa kaum Umawi kurang "relijius."Tokoh Hasan dari Basrah yang telah disebutkan di atasmewakili kelompok gerakan oposisi jenis ini. Ketokohan Hasancukup hebat, sehingga kelompok-kelompok penentang rezimUmayyah banyak yang mengambil ilham dan semangatnya dariHasan, yang dianggap pendiri Mu'tazilah (Washil ibn 'Atha,yang dianggap pendiri Mu'tazilah, asalnya adalah muridHasan), begitu pula para 'ulama dengan orientasi Sunni, danorang-orang Muslim dengan kecenderungan hidup zuhud(asketik). Mereka yang tersebut terakhir inilah, sejakmunculnya di Basrah, yang disebut kaum Sufi (Shufi), kononkarena pakaian mereka yang terdiri dari bahan wol (Arab:shuf) yang kasar sebagai lambang kezuhudan mereka. Darikata-kata shuf itu pula terbentuk kata-kata tashawwuf(tasawuf), yaitu, kurang lebih, ajaran kaum Sufi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, Tasawuf tidak lagibersifat terutama sebagai gerakan oposisi politik. Meskipunsemangat melawan atau mengimbangi susunan mapan da]ammasyarakat selalu merupakan ciri yang segera dapat dikenalidari tingkah laku kaum Sufi, tetapi itu terjadi padadasarnya karena dinamika perkembangan gagasan kesufiansendiri, yaitu setelah secara sadar sepenuhnya berkembangmenjadi mistisisme. Tingkat perkembangan ini dicapai sebagaihasil pematangan dan pemuncakan rasa kesalehan pribadi,yaitu perkembangan ketika perhatian paling utama diberikankepada kesadaran yang bersifat masalah historis dan politisumat hanya secara minimal saja.
TARIK-MENARIK ANTARA SYARI'AH DAN THARIQAH
Perpisahan antara kedua orientasi keagamaan yang lahiri danbatini itu kemudian mewujudkan diri dalam divergensisistem-sistem penalaran masing-masing pihak pendukungnya.Maka dalam kedua-duanya kemudian tumbuh cabang ilmuKeislaman yang berbeda satu dari yang lain, bahkan dalambeberapa hal tidak jarang bertentangan. Seolah-olah hendakberebut sumber legitimasi dari al-Qur'an, maka sebagaimanaorientasi keagamaan eksoteris yang bertumpu kepadamasalah-masalah kehukuman itu mengklaim sebagai pahamkeagamaan (fiqh) dan jalan kebenaran (syari'ah) parexcellence, orientasi keagamaan esoteris yang bertumpukepada masalah pengalaman dan kesadaran ruhani pribadi itujuga mengklaim diri sebagai pengetahuan keagamaan (ma'rifah)dan jalan menuju kebahagiaan (thariqah) par excellence.

No comments: